.quickedit{display:none;}

Kamis, 22 Desember 2016

Psikologi sebagai bagian dari filsafat



Ketika Wundt berhasil mendirikan laboratorium psikologinya di Leipzig, para sarjana mulai menyelidiki gejala-gejala kejiwaan secara lebih sistematis dan objektif. Metode-metode baru ditemukan untuk mengadakan pembuktian-pembuktian nyata psikologis, sehingga lambat laun dapat disusun teori-teori psikologi yang terlepas dari ilmu induknya. Sejak masa itu pulalah, psikologi mulai bercabang ke dalam berbagai aliran. Bertambahnya sarjana psikologi juga menambah keragaman berpikir, beberapa diantaranya tidak dapat disatukan satu sama lain. Karena itulah, mereka yang merasa satu pemikiran, satu pendapat, menggabungkan diri dan menyusun suatu aliran sendiri. Aluran strukturalisme, fungsionalisme, behaviorisme, dan sebagainya merupakan aliran yang tumbuh setelah  lahirnya laboratorium pertama di Leipzig tersebut. Minat untuk penyelidikan gejala kejiwaan sudah lama sekali ada di kalangan umat manusia. Awalnya, para ahli filsafat zaman Yunani kuno-lah yang memikirkan gejala-gejala mengenai kejiwaan. Pada waktu itu, belum terdapat pembuktian-pembuktian nyata atau empiris. Segala teori dikemukakan berdasarkan argumentasi-argumentas logis belaka. Dengan kata lain, psikologi pada waktu itu merupakan bagian dari filsafat dalam arti kata yang semurni-murninya. Tokoh-tokoh Yunani kuno yang banyak menemukan teori psikologi, antara lain adalah Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).

Berabad-abad lamanya psikologi merupakan bagian dari filsafat, antara lain di Prancis muncul Rene Descartes (1596-1650) yang terkenal dengan teori tentang kesadaran dan di Inggris muncul tokoh-tokoh seperti John Locke (1773-1836) dan anaknya John Stuart Mill (1806-1873) yang dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran asosianisme.
Sementara itu, sejumlah ahli ilmu faal juga mulai menaruh minat pada gejala-gejala kejiwaan. Mereka melakukan eksperimen-eksperimen dan mengemukakan teori-teori ang besar pengaruhnya terhadap perkembangan psikologi selanjutnya. Teori-teori yang dikemukakan oleh ahli-ahli ilmu faal ini berkisar tentang syaraf-syaraf sensoris dan motoris yang merupakan pusat sensoris syaraf-syaraf tersebut. Tokoh-tokoh ilmu faal ini, antara lain C. Bell 91774-1842), F. Magendie (1785-1855), J.P. Muller (1801-1858).
Dalam hal ini prelu kiranya disebut secara khusus nama seorang sarjana asal Rusia, I.P. Pavlov (1849-1936). Dari teori-teorinya tentang gerak refleks, kemudian berkembang aliran behaviorisme di Amerika Serikat, yaitu aliran psikologi yang hanya mau mengakui tingkah laku-tingkah laku nyata sebagai objek studinya dan menolak anggapan-anggapan sarjana psikologi lainnya yang mempelajari pula tingkah laku yang tidak nampak dari luar. Selain itu perlu juga dikemukakan peranan seorang dokter berdarah campuran Inggris-Scotlandia bernama William McDougall (1871-1938) yang telah memberi inspirasi terhadap aliran behaviorisme di Amerika Serikat melalui teori-teorinya yang dikenal dengan nama psikologi puposif atau psikologi bertujuan.
Pada waktu para sarjana, baik dari bidang ilmu filsafat maupun dari bidang ilmu faal bersibuk diri dan berusaha untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan secara ilmiah murni, muncul orang-orang spekulatif yang mencoba untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan dari segi yang lain. Salah satu dari mereka adalah F.J. Gall (1785-1828) yang mengemukakan teori bahwa jiwa manusia dapat diketahui dengan cara meraba tengkorak kepala orang yang bersangkutan. Teori ini seolah-olah ilmiah, padahal pada hakikatnya hanya bersifat ilmiah semu dan dikenal dengan nama pheronology. Di samping Pheronology, ada pula metode lain yang bersifat ilmiah semu, seperit palmistry (ilmu rajah tangan), astrologi (ilmu perbintangan), numerology (ilmu angka-angka), dan sebagainya.
Tahun 1879 merupakan tahun yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Pada tahun ini Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium pertama di Leipzig, yang dianggap sebagai pertanda berdiri sendirinya psikologi sebagai ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu induknya (filsafat dan ilmu faal). Pada tahun ini, Wundt mengenalkan metode introspeksi dalam eksperimen-eksperimennya. Wundt kemudian dikenal sebagai seorang penganut elementisme karena ia percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen. Ia pun dianggap sebagai tokoh asosianisme karena ia percata bahwa jiwa terdiri dari asosiasi yang merupakan mekanisme terpenting dalam jiwa yang menghubungkan elemen-elemen kejiwaan satus sama lainnya sehingga membentuk satu struktur kejiwaan yang utuh.
Ajaran Wundt dibawa ke Amerika oleh E.B Titchener (1867-1927) dan disebarluaskan disana, tetapi tidak mendapat respon positif. Orang Amerika yang terkenal praktis dan pragmatis itu kurang suka teori Wundt yang dianggap terlalu abstrak dan kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan. Orang-orang Amerika kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut aliran fungsionalisme dengan tokoh-tokohnya, antara lain William James (1842-1910), dan J.M. Cattel (1866-1944). Sesuai dengan namanya, aliran fungsionalisme ini lebih mengutamakan mempelajari fungsi-fungsi jiwa daripada mempelajari strukturnya. Bukti dari betapa pragmatisnya rang-orang Amerika dapat kita lihat dengan ditemukannya teknik evaluasi psikologi (sekarang popular dikenal dengan nama psikotest) oleh J. M. Cattel.
Sekali pun fungsionalisme sudah menekankan pragmatism, bagi segolongan sarjana Amerika aliran ini masih dianggap terlalu abstrak. Golongan yang terakhir ini menghendaki agar psikologi hanya mempelajari segala sesuatu yang benar-benar objektif saja. Mereka hanya ingin mengikuti tingkah laku yang nyata sebagai objek psikologi. Aliran yang dipelopori oleh J. B. Watson (1878-1958) ini, selanjutnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh, antara  lain E. C. Tolman (1886-1959).
Sementara itu di Jerman sendiri, ajaran-ajaran Wundt mulai mendapat kritik dan koreksi. O. Kuple (1862-1915), murid Wundt, adalah salah satu dari sekian banyak yang kurang puas dengan ajaran Wundt dan memisahkan diri dari Wundt untuk mendirikan alirannya sendiri di Wurzburg.
Kita juga tidak boleh melupakan dokter-dokter khusus psikiater dalam perkembangan psikologi. Dokter-dokter ini umumnya tertarik pada penyakit jiwa, khususnya psikoneurosis dan berusaha mencari sebab-sebab penyakit ini untuk mencari teknik pernyembuhannya yang tepat. Teknik-teknik terapi, seperti magnitisme dan hipnotisme akhirnya meyakinkan para dokter ini bahwa di belakang kesadaran manusia terdapat kualitas kejiwaan yang lain, yang disebut ketidaksadaran. Di dalam ketidaksadaran itu terletak berbagai konflik kejiwaan yang menyebabkan penyakit kejiwaan. Sigmund Ferud (1858-1939) adalah orang pertama yang secara sistematis menguraikan kualitas-kualitas kejiwaan itu beserta dinamikanya untuk menerangkan kepribadian orang dan untuk diterapkan dalam teknik psikoterapi, aliran atau teorinya disebut sebagai psikoanalisis.
Jadi, begitulah uraian mengenai psikologi sebagai bagian dari filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar