- Memilih bahan baku yang berkualitas dan pengaruh bahan baku terhadap kualitas roti
Roti yang baik tidak
dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang menyusunnya. Oleh
karenanya, seleksi terhadap bahan baku yang akan digunakan penting
dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang
diharapkan.
Terigu, air, ragi
dan garam merupakan bahan baku utama dalam membuat roti. Selain
keempat bahan baku utama tersebut, dapat pula ditambahkan bahan-bahan
lain, seperti gula, lemak, telur, susu, dan bahan tambahan makanan
seperti pengemulsi, pengawet, dll.
Sebagian besar bahan
penyusun roti adalah terigu. Bila dicampur dengan air, terigu akan
membentuk massa bersifat kohesif yang mempunyai kemampuan menahan
gas, dan akan membentuk struktur seperti spons ketika dipanggang.
Terigu yang cocok untuk pembuatan roti adalah yang memiliki
kandungan protein tinggi atau > 12.5%. Delapan puluh lima
persen protein pada terigu adalah berupa glutenin dan gliadin,
sedangkan sisanya berupa globulin, albumin dan protease. Ketika
terigu dicampur dengan air, akan terbentuk gluten yang memiliki
sifat kohesif dan ekstensif. Gluten inilah yang sangat
berperananan dalam menahan gas karbondioksida yang terbentuk pada
adonan selama proses fermentasi oleh ragi. Selain kandungan
protein dan kualitas gluten, parameter mutu lainnya seperti kandungan
abu, warna dan ukuran partikel terigu merupakan parameter yang perlu
diperhatikan dalam memilih terigu. Nilai kandungan abu
merupakan indikator jumlah partikel kulit gandum yang tercampur di
dalam terigu. Warna terigu secara tidak langsung berhubungan
dengan nilai kandungan abu, semakin tinggi kandungan abu, maka warna
terigu menjadi semakin gelap. Ukuran partikel terigu
menunjukkan kehalusan terigu. Ukuran partikel terigu yang kasar
akan menyerap air lebih sedikit.
Air saat dicampur
dengan terigu berperanan untuk membentuk gluten yang merupakan
pembentuk struktur roti. Air juga memungkinkan pati terigu
mengembang dan mengalami gelatinisasi. Selain hal tersebut, air
berfungsi untuk melarutkan dan mendistribusikan bahan-bahan hingga
tercampur rata dalam suatu adonan, mengatur suhu, serta keras atau
lembeknya adonan. Berdasarkan jumlah kandungan garam-garam
anorganik yang terkandung di dalamnya, air dapat dibedakan menjadi
air sadah, air dengan kesadahan sedang dan air lunak.
Penggunaan air sadah akan mengakibatkan adonan bersifat kering
serta menurunkan aktifitas fermentasi oleh ragi.
Sebaliknya, air lunak akan menghasilkan adonan yang lengket dan
lembek. Sebaiknya digunakan air dengan kesadahan sedang.
Di samping itu, air yang digunakan seharusnya bebas dari rasa dan bau
yang menyimpang, serta bebas dari cemaran mikroba.
Ragi digunakan dalam
pembuatan roti untuk memproduksi karbondioksida dan etil alcohol
melalui fermentasi gula, sehingga volume adonan dapat mengembang.
Ragi roti merupakan mikroorganisme golongan khamir, yaitu
Saccharomyces cerevisiae. Ragi dapat dibedakan menjadi 2
tipe, yaitu ragi basah, yang mengandung 60 – 70 persen air, dan
ragi kering, dengan kandungan air 7- 8 persen.
Garam diperlukan
dalam pembuatan roti untuk memberikan rasa. Garam juga
berfungsi membantu mengontrol laju fermentasi dan menguatkan gluten,
meningkatkan ekstensibilitas serta kemampuan adonan dalam
menahan gas. Adonan yang tidak ditambahkan garam akan bersifat
lembek, laju fermentasi akan terlalu cepat, menghasilkan roti yang
hambar, dinding pori tebal dan tekstur yang kasar. Garam yang
digunakan sebaiknya berupa kristal berukuran halus sehingga mudah
larut dan terdistribusi merata dalam adonan, dan murni, bebas dari
cemaran-cemaran fisik.
Gula merupakan bahan
baku yang seringkali ditambahkan pada pembuatan roti. Ada
berbagai tipe gula yang dapat digunakan, di antaranya adalah sukrosa,
dekstrosa, fruktosa, maltosa. Masing-masing memiliki derajad
kemanisan yang berbeda-beda.
Gula dalam pembuatan
roti berfungsi sebagai makanan bagi ragi. Pada proses
fermentasi, ragi memecah gula menjadi gas karbondioksida dan etil
alcohol. Gula yang masih tersisa selain memberikan rasa manis
akan mengalami proses karamelisasi saat pemanggangan, memberikan
warna coklat pada kulit roti. Karena sifatnya yang higroskopis,
gula juga dapat membantu mempertahankan keempukan roti, dengan
mencegah evaporasi kandungan air yang ada di produk jadi.
Penggunaan lemak
pada pembuatan roti akan membantu dalam hal lubrikasi gluten,
meningkatkan volume adonan dan memudahkan pemotongan roti.
Pencampuran lemak pada adonan juga akan meningkatkan ekstensibilitas
dan elastisitas adonan, sehingga adonan menjadi lebih adaptif
terhadap mesin dan mudah ditangani. Pada produk jadi, lemak
memberikan rasa dan aroma yang enak, juga membantu mengontrol
penguapan kandungan air, sehingga dapat mempertahankan keempukan roti
selama penyimpanan. Ada berbagai jenis lemak yang dapat digunakan, di
antaranya adalah mentega, margarine dan shortening.
Di antara ketiga jenis lemak ini, mentega memiliki aroma dan rasa
yang paling unggul.
- Pengaruh proses dalam menghasilkan kualitas produk yang optimal
Selain bahan baku,
metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
menghasilkan produk roti yang berkualitas. Secara umum,
metode utama dalam pembuatan roti dapat dibedakan menjadi 3, yaitu
straight dough (metode langsung), no time dough
(metode cepat), dan sponge & dough. Penggunaan metode
yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak
faktor lainnya. Oleh karenanya, pemilihan metode tertentu
diperlukan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan, dan
pertimbangan-pertimbangan lain, seperti ketersediaan waktu, peralatan
dan personil.
Pada metode straight
dough, seluruh bahan baku dicampur dalam 1 kali proses
pengadukan. Adonan yang dihasilkan umumnya elastis, namun
ekstensibilitasnya kurang. Setelah proses pengadukan, adonan
mengalami proses fermentasi selama 2 – 3 jam. Produk yang
dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa.
Pada metode no
time dough, bahan baku juga diaduk dalam 1 x proses pengadukan,
namun proses fermentasi berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang
dari 30 menit). Oleh karena itu, diperlukan pemakaian ragi 1.5
– 2 kali lebih banyak dari proses biasa. Akibat pendeknya
proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya.
Produk yang dihasilkan juga lebih cepat keras, sehingga umur
simpan lebih pendek.
Pada metode sponge
& dough, bahan baku dibagi dalam 2 x proses pengadukan.
Pada pengadukan pertama, 60% – 80% dari total pemakaian
terigu, air dan ragi dicampur membentuk “sponge”.
Setelah difermentasikan selama 2 – 5 jam, adonan “ sponge”
diaduk kembali bersama sisa terigu dan bahan-bahan lainnya hingga
membentuk adonan yang kalis. Metode ini menghasilkan adonan
dengan stabilitas tinggi. Umumnya volume produk lebih besar,
pori halus, tekstur halus dan lembut.
Selain pemilihan
metode pembuatan, penting pula diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh dalam setiap tahapan proses. Tahapan proses
pembuatan roti (sponge & dough) terdiri atas proses
pengadukan I, fermentasi awal, pengadukan II, pengistirahatan adonan,
pemotongan dan pembulatan adonan, pengistirahatan adonan, pemipihan,
pembentukan dan pencetakan adonan, fermentasi akhir (proofing),
pemanggangan, pendinginan roti, pemotongan, dan pengemasan.
Proses pengadukan
merupakan tahapan yang sangat penting, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan pada tahap ini adalah desain mixer, jumlah adonan yang
diaduk dibanding kapasitas mixer, kecepatan dan lamanya pengadukan,
jenis terigu yang digunakan, jumlah air yang ditambahkan (penyerapan
air oleh terigu), dan suhu adonan.
Sedangkan pada
proses fermentasi, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan antara
lain, jumlah pemakaian ragi, suhu adonan, pH adonan, dan penggunaan
bahan-bahan, seperti garam – penggunaan garam > 1% akan
menghambat fermentasi, begitu pula dengan penggunaan gula > 8%.
Pada tahap
fermentasi akhir (proofing), perlu diperhatikan suhu dan
kelembaban ruang proofing. Suhu ruang proofing
sebaiknya dijaga pada suhu 35 – 43oC, dengan kelembaban
ruang 80 – 85%. Proofing sudah mencukupi waktunya setelah
adonan mengembang 2.5 kali dari volume awal, umumnya membutuhkan
waktu 55 – 65 menit.
Pada proses
pemangganan, harus diperhatikan tipe oven yang digunakan, kapasitas
oven, serta suhu dan lamanya waktu pemanggangan. Waktu
pemanggangan sendiri dipengaruhi oleh suhu oven, berat adonan,
konsistensi adonan, formulasi, jenis dan banyaknya bahan baku
yang digunakan.
Semakin tinggi suhu
oven, maka semakin cepat waktu pemanggangan dan semakin cepat pula
warna roti terbentuk. Semakin berat / besar ukuran adonan, maka
waktu pemanggangan yang dibutuhkan pun semakin panjang.
Konsistensi adonan yang lembek akibat penggunaan air yang terlalu
banyak akan mengakibatkan waktu yang dibutuhkan oleh pati untuk
pregelatinisasi pada saat pemanggangan menjadi lebih panjang.
Pada proses
pendinginan dan pengemasan, perlu diperhatikan suhu akhir produk di
akhir proses pendinginan / awal pengemasan. Kondisi sanitasi pekerja,
peralatan dan lingkungan juga harus benar-benar terjaga. Roti
sebaiknya segera dikemas ketika telah mencapai suhu 35oC.
Roti yang dikemas pada suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
cepat ditumbuhi jamur, karena kelembaban yang tinggi dari penguapan
kandungan air produk di dalam kemasan . Sebaliknya, suhu
pengemasan yang terlalu rendah akan mengakibatkan roti menjadi
keras, karena penguapan kandungan air produk ke lingkungan.
Kondisi sanitasi pekerja, peralatan dan lingkungan harus benar-benar
dijaga dalam kondisi bersih, tersanitasi dan steril, sehingga dapat
menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, dan memiliki umur simpan
yang panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar