.quickedit{display:none;}

Jumat, 23 Desember 2016

Faktor yang berpengaruh dalam pembuatan roti

  • Memilih bahan baku yang berkualitas dan pengaruh bahan baku terhadap kualitas roti
Roti yang baik tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang menyusunnya.  Oleh karenanya, seleksi terhadap bahan baku yang akan digunakan penting dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang diharapkan.
Terigu, air, ragi dan garam merupakan bahan baku utama dalam membuat roti.  Selain keempat bahan baku utama tersebut, dapat pula ditambahkan bahan-bahan lain, seperti gula, lemak, telur, susu, dan bahan tambahan makanan seperti pengemulsi, pengawet, dll.

Sebagian besar bahan penyusun roti adalah terigu. Bila dicampur dengan air, terigu akan membentuk massa bersifat kohesif yang mempunyai kemampuan menahan gas, dan akan membentuk struktur seperti spons ketika dipanggang.  Terigu yang cocok untuk pembuatan roti adalah yang memiliki kandungan protein tinggi atau > 12.5%.  Delapan puluh lima persen protein pada terigu adalah berupa glutenin dan gliadin, sedangkan sisanya berupa globulin, albumin dan protease.  Ketika terigu  dicampur dengan air, akan terbentuk gluten yang memiliki sifat kohesif dan ekstensif.  Gluten inilah yang sangat berperananan dalam menahan gas karbondioksida yang terbentuk pada adonan  selama proses fermentasi oleh ragi. Selain kandungan protein dan kualitas gluten, parameter mutu lainnya seperti kandungan abu, warna dan ukuran partikel terigu merupakan parameter yang perlu diperhatikan dalam memilih terigu.  Nilai kandungan abu merupakan indikator jumlah partikel kulit gandum yang tercampur di dalam terigu.  Warna terigu secara tidak langsung berhubungan dengan nilai kandungan abu, semakin tinggi kandungan abu, maka warna terigu menjadi semakin gelap.  Ukuran partikel terigu menunjukkan kehalusan terigu.  Ukuran partikel terigu yang kasar akan menyerap air lebih sedikit.
Air saat dicampur dengan terigu berperanan untuk membentuk gluten yang merupakan pembentuk struktur roti.  Air juga memungkinkan pati terigu mengembang dan mengalami gelatinisasi. Selain hal tersebut, air berfungsi untuk melarutkan dan mendistribusikan bahan-bahan hingga tercampur rata dalam suatu adonan, mengatur suhu, serta keras atau lembeknya adonan.  Berdasarkan jumlah kandungan garam-garam anorganik yang terkandung di dalamnya, air dapat dibedakan menjadi air sadah, air dengan kesadahan sedang dan air lunak.  Penggunaan air sadah akan mengakibatkan  adonan bersifat kering serta menurunkan aktifitas fermentasi  oleh ragi.  Sebaliknya, air lunak akan menghasilkan adonan yang lengket dan lembek.  Sebaiknya digunakan air dengan kesadahan sedang.  Di samping itu, air yang digunakan seharusnya bebas dari rasa dan bau yang menyimpang, serta bebas dari cemaran mikroba.
Ragi digunakan dalam pembuatan roti untuk memproduksi karbondioksida dan etil alcohol melalui fermentasi gula, sehingga volume adonan dapat mengembang. Ragi roti merupakan mikroorganisme golongan khamir, yaitu Saccharomyces cerevisiae. Ragi dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu ragi basah, yang mengandung 60 – 70 persen air, dan ragi kering, dengan kandungan air 7- 8 persen.
Garam diperlukan dalam pembuatan roti untuk memberikan rasa.  Garam juga berfungsi membantu mengontrol laju fermentasi dan menguatkan gluten, meningkatkan ekstensibilitas  serta kemampuan adonan dalam menahan gas.  Adonan yang tidak ditambahkan garam akan bersifat lembek, laju fermentasi akan terlalu cepat, menghasilkan roti yang hambar, dinding pori tebal dan tekstur yang kasar.  Garam yang digunakan sebaiknya berupa kristal berukuran halus sehingga mudah larut dan terdistribusi merata dalam adonan, dan murni, bebas dari cemaran-cemaran fisik.
Gula merupakan bahan baku yang seringkali ditambahkan pada pembuatan roti.  Ada berbagai tipe gula yang dapat digunakan, di antaranya adalah sukrosa, dekstrosa, fruktosa, maltosa.  Masing-masing memiliki derajad kemanisan yang berbeda-beda.
Gula dalam pembuatan roti berfungsi sebagai makanan bagi ragi.  Pada proses fermentasi, ragi memecah gula menjadi gas karbondioksida dan etil alcohol.  Gula yang masih tersisa selain memberikan rasa manis akan mengalami proses karamelisasi saat pemanggangan, memberikan warna coklat pada kulit roti.  Karena sifatnya yang higroskopis, gula juga dapat membantu mempertahankan keempukan roti, dengan mencegah evaporasi kandungan air yang ada di produk jadi.
Penggunaan lemak pada pembuatan roti akan membantu dalam hal lubrikasi gluten, meningkatkan volume adonan dan memudahkan pemotongan roti.  Pencampuran lemak pada adonan juga akan meningkatkan ekstensibilitas dan elastisitas adonan, sehingga adonan menjadi lebih adaptif terhadap mesin dan mudah ditangani.  Pada produk jadi, lemak memberikan rasa dan aroma yang enak, juga membantu mengontrol penguapan kandungan air, sehingga dapat mempertahankan keempukan roti selama penyimpanan. Ada berbagai jenis lemak yang dapat digunakan, di antaranya  adalah mentega, margarine dan shortening.  Di antara ketiga jenis lemak ini, mentega memiliki aroma dan rasa yang paling unggul.
  • Pengaruh proses dalam menghasilkan kualitas produk yang optimal
Selain bahan baku, metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menghasilkan  produk roti yang berkualitas.  Secara umum, metode utama dalam pembuatan roti dapat dibedakan menjadi 3, yaitu straight dough (metode langsung), no time dough (metode cepat), dan sponge & dough. Penggunaan metode yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak faktor lainnya.  Oleh karenanya, pemilihan metode tertentu diperlukan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan, dan pertimbangan-pertimbangan lain, seperti ketersediaan waktu, peralatan dan personil.
Pada metode straight dough, seluruh bahan baku dicampur dalam 1 kali proses pengadukan.  Adonan yang dihasilkan umumnya elastis, namun ekstensibilitasnya kurang.  Setelah proses pengadukan, adonan mengalami proses fermentasi selama 2 – 3 jam.  Produk yang dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa.
Pada metode no time dough, bahan baku juga diaduk dalam 1 x proses pengadukan, namun proses fermentasi berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 30 menit).  Oleh karena itu, diperlukan pemakaian ragi 1.5 – 2 kali lebih banyak dari proses biasa.  Akibat pendeknya proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya.  Produk  yang dihasilkan juga lebih cepat keras, sehingga umur simpan lebih pendek.
Pada metode sponge & dough, bahan baku dibagi dalam 2 x proses pengadukan.  Pada pengadukan pertama,  60% –  80% dari total pemakaian terigu, air dan ragi dicampur membentuk “sponge”.  Setelah difermentasikan selama 2 – 5 jam, adonan “ sponge” diaduk kembali bersama sisa terigu dan bahan-bahan lainnya hingga membentuk adonan yang kalis.  Metode ini menghasilkan adonan dengan stabilitas tinggi.  Umumnya volume produk lebih besar, pori halus, tekstur halus dan lembut.
Selain pemilihan metode pembuatan, penting pula diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam setiap tahapan proses.  Tahapan proses pembuatan roti (sponge & dough) terdiri atas proses pengadukan I, fermentasi awal, pengadukan II, pengistirahatan adonan, pemotongan dan pembulatan adonan, pengistirahatan adonan, pemipihan, pembentukan dan pencetakan adonan, fermentasi akhir (proofing), pemanggangan, pendinginan roti, pemotongan, dan pengemasan.
Proses pengadukan merupakan tahapan yang sangat penting, faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah desain mixer, jumlah adonan yang diaduk dibanding kapasitas mixer, kecepatan dan lamanya pengadukan, jenis terigu yang digunakan, jumlah air yang ditambahkan (penyerapan air oleh terigu), dan suhu adonan.
Sedangkan pada proses fermentasi, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan antara lain, jumlah pemakaian ragi, suhu adonan, pH adonan, dan penggunaan bahan-bahan, seperti garam – penggunaan garam > 1% akan menghambat fermentasi, begitu pula dengan penggunaan gula > 8%.
Pada tahap fermentasi akhir (proofing), perlu diperhatikan suhu dan kelembaban ruang proofing.  Suhu ruang proofing sebaiknya dijaga pada suhu 35 – 43oC, dengan kelembaban  ruang 80 – 85%.  Proofing sudah mencukupi waktunya setelah adonan mengembang 2.5 kali dari volume awal, umumnya membutuhkan waktu 55 – 65 menit.
Pada proses pemangganan, harus diperhatikan tipe oven yang digunakan, kapasitas oven, serta  suhu dan lamanya waktu pemanggangan.  Waktu pemanggangan sendiri dipengaruhi oleh suhu oven, berat adonan,  konsistensi adonan, formulasi, jenis dan banyaknya bahan baku yang digunakan.
Semakin tinggi suhu oven, maka semakin cepat waktu pemanggangan dan semakin cepat pula warna roti terbentuk.  Semakin berat / besar ukuran adonan, maka waktu pemanggangan yang dibutuhkan pun semakin panjang.  Konsistensi adonan yang lembek akibat penggunaan air yang terlalu banyak akan mengakibatkan waktu yang dibutuhkan oleh pati untuk pregelatinisasi pada saat pemanggangan menjadi lebih panjang.
Pada proses pendinginan dan pengemasan, perlu diperhatikan suhu akhir produk di akhir proses pendinginan / awal pengemasan. Kondisi sanitasi pekerja, peralatan dan lingkungan juga harus benar-benar terjaga.  Roti sebaiknya segera dikemas ketika telah mencapai suhu 35oC.  Roti yang dikemas pada suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan cepat ditumbuhi jamur, karena kelembaban yang tinggi dari penguapan kandungan air produk di dalam kemasan .  Sebaliknya, suhu  pengemasan yang terlalu rendah  akan mengakibatkan roti menjadi keras, karena penguapan kandungan air produk  ke lingkungan. Kondisi sanitasi pekerja, peralatan dan lingkungan harus benar-benar dijaga dalam kondisi bersih, tersanitasi dan steril, sehingga dapat menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, dan memiliki umur simpan yang panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar