.quickedit{display:none;}

Jumat, 23 Desember 2016

Hakikat Pengetahuan

Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu, yaitu:

  1. Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realism adalah gambaran yag sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realism berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
Ajaran realism percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
Para penganut realism mengakui bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-benda atau dia melihat terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Namun, mereka paham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetap kendati diamati. Menurut Prof. Dr. Rasjidi, penganut agama perlu sekali mempelajari realism dengan alasan:
  1. Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya dari segi subjektif. Menurut Rasjidi, pernyataan itu tidak benar sebab adanya factor subjektif bukan berarti menolak factor objektif. Kalau seseorang melihat sebatang pohon, tentu pohon itu memang yang dilihat oleh subjektif. Namun, hal ini tidak berarti meniadakan pohon yang mempunyai wujud tersendiri. Begitu juga ketika orang berdoa kepada Tuhan, bukan berarti Tuhan itu hanya terdapat dalam pikiran, tetapi Tuhan mempunyai wujud tersendiri.
  2. Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya, apa yang menyebabkan seseorang sakit. Sebenarnya, sebab sakit itu banyak karena ada orang yang bersarang kuman dalam tubuhnya, tetapi dia tidak sakit. Dengan demikian, penyakit orang itu mungkin disebabkan keadaan badannya, iklim, dan sebagaiya. Prinsip semacam ini, menurut Rasjdi bisa digunakan untuk mempelajari agama karea adanya perasaan yang subjektif tidak berarti tidak adanya keadaan yang objektif.
  1. Idealism
Ajaran idealism menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologi yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis haya merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui (subjek).
Kalau realism mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui, idealism adalah kebalikannya. Bagi idealism, dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Dunia merupakan suatu kebulatan bukan suatu mekanik, tetapi kebulatan organic yang sesungguhnya yang sedemikian rupa, sehingga suatu bagian darinya dipandang sebagai kebulatan logis, dengan makna inti yang terdalam.
Premis pokok yang diajukan oleh idealism adalah jiwa mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta. Idealism tidak mengingkari adanya materi. Namun materi adalah suatu yang akan memikirkan materidalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan ruh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Sebenarnya, realism dan idealism memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Realism ekstrim bisa sampai pada monism materialistic atau dualism. Seorang pengikut materialism mengatakan jika demikian halnya, sudah barang tentu dapat juga dikatakan bahwa jiwa adalah materi dan materi adalah jiwa, bahkan jiwa dan materi sepenuhnya sama. Lebih lanjut, realism tidak mementingkan subjek sebagai penilai, tetapi hanya memfokuskan pada objek yang dinilai. Padahal, subjek yang menilai memiliki peran penting dalam menghubungkan antar objek dengan ungkapan tentang objek tersebut.
Idealism subjektif juga akan menimbulkan kebenaran yang relative karena setiap individu berhak untuk menolak kebenaran yang dating dari luar dirinya. Akibatnya, kebenaran yang bersifat universal tidak diakui. Kalau demikian jadinya, aturan-atura agama dan kemasyarakatan hanya bisa benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi kelompok lain. Lagipula, idealism terlalu mengutamakan subjek sebagai si penilai dengan merendahkan objek yang dinlai. Sebab, subjek yag menilai kadangkala berada pada keadaan yang berubah-ubah, seperti sedang marah dan gembira.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar