Pengetahuan pada dasarnya adalah
keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang
suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang
ada diluar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan
itu, yaitu:
- Realisme
Teori ini
mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut
realism adalah gambaran yag sebenarnya dari apa yang ada dalam alam
nyata. Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah salinan
dari yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti
gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realism
berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai
dengan kenyataan.
Ajaran realism
percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya
terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya
tidak terpengaruh oleh seseorang.
Para penganut
realism mengakui bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-benda
atau dia melihat terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Namun,
mereka paham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada
benda yang tetap kendati diamati. Menurut Prof. Dr. Rasjidi, penganut
agama perlu sekali mempelajari realism dengan alasan:
- Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya dari segi subjektif. Menurut Rasjidi, pernyataan itu tidak benar sebab adanya factor subjektif bukan berarti menolak factor objektif. Kalau seseorang melihat sebatang pohon, tentu pohon itu memang yang dilihat oleh subjektif. Namun, hal ini tidak berarti meniadakan pohon yang mempunyai wujud tersendiri. Begitu juga ketika orang berdoa kepada Tuhan, bukan berarti Tuhan itu hanya terdapat dalam pikiran, tetapi Tuhan mempunyai wujud tersendiri.
- Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya, apa yang menyebabkan seseorang sakit. Sebenarnya, sebab sakit itu banyak karena ada orang yang bersarang kuman dalam tubuhnya, tetapi dia tidak sakit. Dengan demikian, penyakit orang itu mungkin disebabkan keadaan badannya, iklim, dan sebagaiya. Prinsip semacam ini, menurut Rasjdi bisa digunakan untuk mempelajari agama karea adanya perasaan yang subjektif tidak berarti tidak adanya keadaan yang objektif.
- Idealism
Ajaran idealism
menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah
proses-proses mental atau proses psikologi yang bersifat subjektif.
Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis haya merupakan
gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas.
Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang
yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori
ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan pengetahuan
hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengetahui (subjek).
Kalau realism
mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui,
idealism adalah kebalikannya. Bagi idealism, dunia dan
bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai
hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Dunia merupakan
suatu kebulatan bukan suatu mekanik, tetapi kebulatan organic yang
sesungguhnya yang sedemikian rupa, sehingga suatu bagian darinya
dipandang sebagai kebulatan logis, dengan makna inti yang terdalam.
Premis pokok yang
diajukan oleh idealism adalah jiwa mempunyai kedudukan utama dalam
alam semesta. Idealism tidak mengingkari adanya materi. Namun materi
adalah suatu yang akan memikirkan materidalam hakikatnya yang
terdalam, dia harus memikirkan ruh atau akal. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah
pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya
apakah materi itu.
Sebenarnya,
realism dan idealism memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Realism
ekstrim bisa sampai pada monism materialistic atau dualism. Seorang
pengikut materialism mengatakan jika demikian halnya, sudah barang
tentu dapat juga dikatakan bahwa jiwa adalah materi dan materi adalah
jiwa, bahkan jiwa dan materi sepenuhnya sama. Lebih lanjut, realism
tidak mementingkan subjek sebagai penilai, tetapi hanya memfokuskan
pada objek yang dinilai. Padahal, subjek yang menilai memiliki peran
penting dalam menghubungkan antar objek dengan ungkapan tentang objek
tersebut.
Idealism subjektif juga akan menimbulkan kebenaran yang relative
karena setiap individu berhak untuk menolak kebenaran yang dating
dari luar dirinya. Akibatnya, kebenaran yang bersifat universal tidak
diakui. Kalau demikian jadinya, aturan-atura agama dan kemasyarakatan
hanya bisa benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi
kelompok lain. Lagipula, idealism terlalu mengutamakan subjek sebagai
si penilai dengan merendahkan objek yang dinlai. Sebab, subjek yag
menilai kadangkala berada pada keadaan yang berubah-ubah, seperti
sedang marah dan gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar