Berpikir yang benar-benar berpikir tidak
identik dengan berpikir dengan menghitung yang hakikatnya pemikiran hanya
berhenti pada aspek kuantitatif dari realitas, pada aspek utilistik
instrumental dari realitas. Dalam terminology sehari-hari dipakai istilah ratio
yang berasal dari kata Latin reor
yang berarti “menghitung”. Kadar kebenaran yang sesungguhnya dari realitas
tidak mungkin terjangkau melalui berpikir dengan menghitung.
Berpikir yang benar-benar berpikir bukanlah
berpikir dengan memvisualisasikan, membayangkan. Dalam berpikir dengan
memvisualisasikan terkandung asumsi bahwa segala ha dapat dibuat visual,
terkandung persepsi dasar bahwa the real
is the physical. Hal yang lebih dalam dari realitas jasmani dengan
sendirinya tidak terjangkau.
Dalam gaya berpikir dengan
memvisualisasikan, realitas adalah yang dapat ditangkap oleh pancaindera, yang
lainnya adalah tidak ada. Copy theory of
reality (camera theory of reality) pada hakikatnya adalah pernyataan bahwa
manusia adalah pasif, obyektof adalah pengingkaran kesertaan mutlak manusia
subyek dalam kegiatan tahu.
Minatnya tidak pada realitas, tetapi pada
pematoka realitas, pada manipulasi ide-ide, pada kejelasan, tetapi sekadar
kejelasan jasmani inderani. Berpikir dengan membayangkan tidak mungkin bicara tentang
hakikat realitas. Pendek kata, lebih banyak lagi kebearan yang tidak mungkin
diungkap melalui berpikir dengan membayangkan.
Berpikir yang benar-benar berpikir, tidak
identic dengan berpikir menjelaskan, karena
de facto berpikir dengan
menjelaskan sekedar gerak pikiran diantara batas-batas yang sudah ditetapkan.
Sedangkan rasionalits, logika validitas, metode-metodenya sudah pasti. Seluruh
usaha adalah sekedar menggiring pikiran ke jalur tersebut. Berpikir dengan
menghitung, berpikir dengan memvisualisasikan, dan berpikir dengan menjelaskan
adalah bentuk-bentuk berpikir, tetapi sekedar tukilan dari berpikir yang
benar-benar berpikir.
Dalam praktek terbatas tertentu,
bentuk-bentuk tersebut tidak diragukan arti dan manfaatnya. Tetapi bilamana
bentuk-bentuk tersebut disetarakan, tidak dilampaui bahkan diidentikkan dengan
berpikir yang benar-benar berpikir, maka distorsi kadar kebenaran yang lebih
kaya dari realitas merupakan bencana yang tidak dapat dihindarkan. Berbagai
realitas tidak dapat dan tidak mungkin dipikirkan karena kadar kebenaran banyak
hal tidak akan tamppak dan tampil dengan gaya-gaya berpikir secara menghitung,
secara memvisualisasikan, secara menjelaskan.
Arti realitas tidak mungkin dapat
dipikirkan dengan semestinya, realitas itu sendiri tidak dipikirkan. Ketiga
gaya pemikiran tersebut (menghitung, memvisualisasikan, menjelaskan) tidak
memunginkan untuk memikirkan pertanyaan tentang hakikat realitas dan hakikat
manusia. Jelas bahwa berpikir yang benar-benar berpikir bukan bergerak diantara
batas-batas yang sebelumya sudah dipastikan, tidak bertujuan untuk meregam,
menguasai, memaksakan kekuasaan (teori-teori, metode-metode, system-sistem, dan
sebagainya) pada realitas.
Realitas bukan hasil pikiran, bahasa bukan
alat. Pikiran dan bahasa adalah ruang tempat terjadinya peristiwa realitas.
Berpikir adalah tanggapan, jawaban, bukan sikap obyetivitas dan sikap mengambil
jarak. Dan bahasa adalah jawaban manusia terhadap panggilan realitas kepadanya.
Berpikir bukan pilihan semua pihak pemikir,
yang umumnya demi konvensi (dan demi enaknya), menggunakan istilah-istilah
tertentu. Perlu selalu disadari bahwa pikiran bukan pertama-tama perbuatan
kita, tetapi sesuatu yang menerpa menjumpai kita manakala realitas
mengungkapkan diri pada pikiran kita. Didalam kenyataan, suatu konsep adalah
peristiwa penjernihan atau penyelundupan suatu hal. Realitas bukanlah suatu
konsep yang pasti, melainkan suatu peristiwa yang terjadi pada kita, sesuatu
yang menjadi terang pada diri kita. Berbagai pandangan tentang realitas yang
telah dipakai selama berabad-abad niscaya merupakan hasil cara realitas
menampakkan diri dalam berbagai kesempatan. Kendati kita telah terpolakan dalam
cara-cara berpikir dan logika tertentu, tetapi logika yang memperlakukan akal
budi/pikiran dan bahasa sebagai alat sebagaimana umum terdapat dalam ilmu,
berpikir yang benar-benar berpikir, pantang dilupakan. Orientasi-orientasi di
atas mutlak perlu disadari di dalam praksis cara-cara berpikir dan logika yang
hanya tukilan dari pikiran yang benar-benar berpikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar