Istilah
pragmatisme berasal dari kata Yunani “pragma” yang berarti
perbuatan atau tindakan. “isme” di sini sama artinya dengan
isme-isme yang lainnya yaitu aliran, ajaran atau paham. Dengan
demikian pragmatisme adalah ajaran yang menekankan bahwa pemikiran
itu menuruti tindakan. Kreteria kebenarannya adalah “faedah” atau
“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme
benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori
adalah benar if it works ( apabila teori dapat diaplikasikan).
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1839-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
Tentu saja, Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632-1704). Pragmatisme telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.
Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909).Pada awal perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat dapat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metoda untuk memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno.
Munculnya Pragmatisme
Kendati pragmatisme merupakan filsafat Amerika, metodenya bukanlah sesuatu yang sama sekali baru, Socrates sebenarnya ahli dalam hal ini, dan Aristoteles telah menggunakannya secara metodis John Locke (1632 – 1704), George Berkeley (1685 – 1753), dan Dayid Hume (1711 – 1776) mempunyai sumbangan yang sangat berarti dalam pemikiran pragmatis ini. Dari segi historis, abad ke-19 di tandai dengan skeptisisme yang di tiupkan oleh teori evolusi Darwin. Nilai religius dan spiritual menjadi, dipertanyakan.
Filsafat Unitarian, suatu aliran pemikiran yang hanya menerima ke Esaan, Tuhan yang bergantung pada argumen-argumen tentang teologi kodrati dan perwahyuan, lemah dalam membela diri terhadap evolusionisme. Karena kaum ilmuan menerima teori evolusi Darwin, filosof-filosof Unitarian menjadi tenggelam. Lebih lagi karena keyakinan bahwa pemikiran mengenai proses seleksi dan evolusi alamiah berakhir dengan atheisme dan bahwa manusia hanya bisa membenarkan eksistensinya dengan agama, mereka tidak dapat mengintegrasikan hipotesis evolusi ke dalam keyakinan mereka.
Pada saat yang sama, suatu kelompok pemikir dari Harvard menemukan suatu jalan untuk menghadapi krisis teologi ini tanpa mengorbankan ajaran agama yang essensial. Kelompok ini melihat bahwa suatu interpretasi yang mekanistis tentang teori Darwin dapat menghancurkan agama dan dapat mengarah ke aliran ateisme yang fatalistis. Mereka khawatir bahwa interpretasi ini dapat berakhir dengan sikap yang pasif, apatis, bunuh diri dan semacamnya. Karena itu mereka menganjurkan agar evolusi Darwin dipahami secara lain. Dan karena filsafat Unitarian sendiri hampir mati, kelompok ini yang dikenal dengan “Perkumpulan Metafisika”, menyusun prinsip-prinsip pragmatisme baik secara bersama maupun secara individual dalam menghadapi evolusi Darwin
Istilah pragamatisme sebenarnya diambil oleh C.S. Peirce dari Immanuel Kant. Kant sendiri memberi nama “keyakinan-keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu sarana yang merupakan suatu kemungkinan real untuk mencapai tujuan tertentu”. Manusia memiliki keyakinan-keyakinan yang berguna tetapi hanya bersifat kemungkinan belaka, sebagaimana dimiliki oleh seorang dokter yang memberi resep untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi Kant baru melihat bahwa keyakinan-keyakinan pragmatis atau berguna seperti itu dapat di terapkan misalnya dalam penggunaan obat atau semacamnya. la belum menyadari bahwa keyakinan seperti itu juga cocok untuk filsafat.
Karen
Peirce sangat tertarik untuk membuat filsafat dapat diuji secara
ilmiah atau eksperiemntal, ia mengambil alih istilah pragmatisme
untuk merancang suatu filsafat yang mau berpeling kepada konsekwensi
praktis atau hasil eksperimental sebagai ujian bagi arti dan
validitas idenya.
Filsafat tradisional, menurut Peirce, sangat lemah dalam metode yang akan memberi arti kepada ide-ide filosofis dalam rangka eksperimental serta metode yang akan menyusun dan memperluas ide-ide dan kesimpulan-kesimpulan sampai mencakup fakta-fakta baru. Metafisika dan logika tradisional hanya mengajukan teori-teori yang tertutup dan murni tentang arti, kebenaran, dan alam semesta.
Pendeknya, Filsafat tradisional tidak menambah sesuatu yang baru. Dengan sistemnya yang tertutup tentang kebenaran yang absolut, filsafat tradisional lebih menutup jalan untuk diadakan penyelidikan dan bukannya membawa kemajuan bagi filsafat dan ilmu pengetahuan. Dalam rangka itulah Peirce mencoba merintis suatu pemikiran filosofis baru yang agak lain dari pemikiran filosofis tradisional.
Pemikiran filosofis yang baru ini diberi nama Pragmatisme. Pragmatisme lalu dikenal pada permulaannya sebagai usaha Peirce untuk merintis suatu metode bagi pemikiran filosofis sebagaimana yang dikehendaki di atas.
Pragmatisme merupakan bagian sentral dari usaha membuat filsafat tradisional menjadi ilmiah. Tetapi untuk merevisi seluruh pemikiran filosofis tradisional bukan suatu hal yang mudah. Untuk maksud benar-benar dibutuhkan revisi dalam logika dan metafisika yang merupakan dasar filsafat.
Empirisme itu sendiri pada abad XIX dan XX berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.Positivisme dirintis oleh August Comte (1798-1857), yang dianggap sebagai Bapak ilmu Sosiologi. Positivisme sebagai perkembangan Empirisme yang ekstrim, adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan positif.
Materialisme adalah aliran yang menganggap bahwa asal atau hakikat segala sesuatu adalah materi. Di antara tokohnya ialah Feuerbach (1804-1872), Karl Marx (1818-1883) dan Fredericht Engels (1820-1895). Karl Marx menerima konsep Dialektika Hegel, tetapi tidak dalam bentuk aslinya (Dialektika Ide).
Kemudian denganآ mengambil Materialisme dari Feuerbach, Karl Marx lalu mengubah Dialektika Ide menjadi Dialektika Materialisme, sebuah proses kemajuan dari kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesis-sintesis yang sudah diujudkan dalam dunia materi. Pragmatisme adalah salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James.
Pencetus dan Tokoh-tokoh Pragmatisme
Berbicara tentang suatu aliran tertentu, kita tidak lepas dari siapa pencetus Pragmatisme di Amerika Serikat, serta tokoh-tokohnya yang berpengaruh. Ini berarti bahwa kita di bawa untuk melihat siapa pencetus dan tokoh-tokoh lainnya. Menurut Copleston, pemula aliran pragmatisme di Amerika Serikat dalam C.S. Peirce (1839-1914).
Secara pasti, pragmatisme lebih populer dan selalu dikaitkan dengan nama William James, karena dialah yang mempopulerkannya. Hal ini bisa dimenegerti karena James sebagai lektor dan penulis lebih cepat terkenal dari pada Peirce sebagai filosof selama hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar