Immanuel
Kant dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg dari pasangan Johann Georg Kant,
seorang ahli pembuat baju zirah (baju
besi), dan Anna Regina Kant.Ayahnya kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan,
namun di tahun 1730-1740, perdangangan di Königsberg mengalami kemerosotan.Hal
ini memengaruhi bisnis ayahnya dan membuat keluarga mereka hidup dalam
kesulitan.Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant
meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Pendidikan dasarnya ditempuh Kant
di Saint George’s Hospital School, kemudian dilanjutkan ke Collegium
Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist.
Keluarga
Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di jerman yang mendasarkan
keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun 1740,
Kant menempuh pendidikan di University of Königsberg dan mempelajari tentang
filosofi, matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya, dia
bekerja sebagai guru privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant
mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada
tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan
beberapa naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Gelar profesor didapatkan
Kant di Königsberg pada tahun 1770.
Pemikiran
Immanuel Kant
Perkembangan
pemikiran kant mengalami empat periode;
- Periode pertama ialah ketika ia masih dipengaruhi oleh Leibniz Wolf, yaitu samapi tahun 1760. Periode ini sering disebut periode rasionalistik
- Periode kedua berlangsung antara tahun 1760 – 1770, yang ditandai dengan semangat skeptisisme. Periode ini sering disebut periode empiristik
- Periode ketiga dimulai dari inaugural dissertation-nya pada tahun 1770. Periode ini bisa dikenal sebagai tahap kritik.
- Periode keempat berlangsung antara tahun 1790 sampai tahun 1804. Pada periode ini Kant megnalihkan perhatiannya pada masalah religi dan problem-problem sosial. Karya Kant yang terpenting pada periode keempat adalah Religion within the Limits of Pure Reason (1794) dan sebuah kumpulan esei berjudulEternal Peace (1795).
Immanuel
Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu
suatu masa dimana corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas
berkembang dengan pesatnya. Pada masa itu lahir berbagai temuan dan paradigma
baru dibidang ilmu, dan terutama paradigma ilmu fisika alam. Heliosentris
temuan Nicolaus Copernicus (1473 – 1543) di bidang ilmu astronomi yang
membutuhkan paradigma geosentris, mengharuskan manusia mereinterpretasikan pandangan
duniannya, tidak hanya pandangan dunia ilmu tetapi juga keagamaan.
Selanjutnya
ciri kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu suatu
paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion (Agama
alam) atau agama akal. Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang
menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan
menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab ia telah memasukkan
hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan
hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan
dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya.
Maksud paham
ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta degan kesaksian-kesaksiannya, yaitu
buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada kritik akal serta menjabarkan
agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari pada segala ajaran Gereja.
Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran
adalah akal. Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku
dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran
filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-benar
berbeda sama sekali dengan metafisikan pra kant.
Pengaruh
Leibniz dan Hume
Leibniz-Wolf
dan Hume merupakan wakil dari dua aliran pemikiran filosofis yang kuat melanda
Eropa pada masa Pencerahan. Leibniz tampil sebagai tokoh penting dari aliran
empirisisme. Di sini jelas, bahwa epistemologi ‘ala Leibniz bertentangan dengan
epistemologi Hume. Leibniz berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah
rasionya saja, dan bukan pengalaman. Dari sumber sejati inilah bisa diturunkan
kebenaran yang umum dan mutlak. Sedangkan Hume megnajarkan bahwa pengalamanlah
sumber pengetahuan itu. Pengetahuan rasional mengenai sesuatu terjadi setelah
itu dialami terlebih dahulu.
Epistemologi
Kant, Membangun dari Bawah
Filsafat
Kant berusaha mengatasi dua aliran tersebut dengan menunjukkan unsur-unsur mana
dalam pikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang
terdapat dalam akal. Kant menyebut perdebatan itu antinomy, seakan
kedua belah pihak merasa benar sendiri, sehingga tidak sempat memberi peluang
untuk munculnya alternatif ketiga yang barangkali lebih menyejukkan dan konstruktif.
Mendapatkan inspirasi dari “Copernican Revolution”, Kant
mengubah wajah filsafat secara radikal, dimana ia memberikan filsafatnya, Kant
tidak mulai dengan penyeledikan atas benda-benda yang memungkinkan mengetahui
benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan karena manusia dengan akalnya
aktif mengkonstruksi gejala-gejala yang dapat ia tangkap.
Kant
mengatakan: Akal tidak boleh bertindak seperti seroang mahasiswa yang Cuma puas
dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan oleh dosennnya,
tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas menyelidiki perkara dan
memaksa para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri telah
rumuskan dan persiapkan sebelumnya. Upaya Kant ini dikenal dengan kritisisme
atau filsafat kritis, suatu nama yang diberikannya sendiri. Kritisisme adalah
filsafat yang memulai perjalannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan
kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan terakhir adalah
kritik atas daya pertimbangan.
Kritik atas
Rasio Murni
Dalam kritik
ini, atara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum,
mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan
adanya tiga macam putusan, yaitu:
a. Putusan
analitis apriori; dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru
pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (msialnya, setiap benda menempati
ruang).
b. Putusan
sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini
predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena
dinyatakan setelah (=post, bhs latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam
meja yang pernah diketahui.
c. Putusan
sintesis apriori; disini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan
yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga.
Misalnya, putusan yang berbunyi “segala kejadian mempunyai sebabnya”.
Tiga
tingkatan pengetahuan manusia, yaitu:
a. Tingkat
Pencerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)
Unsur apriori, pada
taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur apriori ini
membuat benda-benda objek pencerapan ini menjadi ‘meruang’ dan ‘mewaktu
b. Tingkat
Akal Budi (Verstand)
Bersamaan
dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan. Tugas akal budi
adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga menghasilkan
putusan-putusan. Pengetahuan akal budi baru dieroleh ketika terjadi sintesis
antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang
dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis
dalam diri manusia.’.
c. Tingkat
intelek / Rasio (Versnunft)
Idea ini
sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk buat pemikiran
(seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an
sich tidak pernah bisa diamati). Tugas intelek adalah menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi(Verstand) dan
tingkat pencerapan indrawi (Senneswahnehmung). Dengan kata
lain, intelek dengan idea-idea argumentatif.
Kendati Kant
menerima ketiga idea itu, ia berpendapat bahwa mereka tidak bisa diketahui
lewat pengalaman. Karena pengalaman itu, menurut kant, hanya terjadi di dalam
dunia fenomenal, padahal ketiga Idea itu berada di dunia noumenal (dari noumenan
= “yang dipikirkan”, “yang tidak tampak”, bhs. Yunani), dunia gagasan,
dunia batiniah. Idea mengenai jiwa, dunia dan Tuhan bukanlah
pengertian-pengertian tentang kenyataan indrawi, bukan “benda pada dirinya
sendiri” (das Ding an Sich).
Kritik atas
Rasio Praktis
Maxime (aturan
pokok) adalah pedoman subyektif bagi perbuatan orang perseorangan (individu),
sedangkanimperative (perintah) merupakan azas kesadaran obyektif
yang mendorong kehendak untuk melakukan perbuatan. Imperatif berlaku umum dan
niscaya, meskipun ia dapat berlaku dengan bersyarat (hypothetical)atau
dapat juga tanpa syarat (categorical). Imperatif kategorik
tidak mempunyai isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan formal (=solen). Menurut
kant, perbuatan susila adalah perbuatan yang bersumber paa kewajiban dengan
penuh keinsyafan. Keinsyafan terhadap kewajiban merupakan sikap hormat (achtung).Sikap
inilah penggerak sesungguhnya perbuatan manusia. Kant, ada akhirnya ingin
menunjukkan bahwa kenyataan adanya kesadaran susila mengandung adanya
praanggapan dasar. Praanggapan dasar ini oleh Kant disebut “postulat rasio
praktis”, yaitu kebebasan kehendak, immortalitas jiwa dan adanya Tuhan.
Pemikiran
etika ini, menjadikan Kant dikenal sebagai pelopor lahirnya apa yang disebut
dengan “argumen moral” tentang adanya Tuhan. Sebenarnya, Tuhan dimaksudkan
sebagai postulat. Sama dengan pada rasio murni, dengan Tuhan, rasio praktis
‘bekerja’ melahirkan perbuatan susila.
Kritik
atas Daya Pertimbangan
Kritik atas
daya pertimbangan, dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti persesuaian kedua
kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat
subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang
terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat
objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar