Pelaksanaan
sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab yang diartikan sebagai
penghormatan Bangsa dan Negara terhadap Hak Asasi Manusia dibagi
dalam dua periode yaitu periode sebelum amandemen ke 2 tahun 2000 dan
sesudahnya. Karena penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia secara
formal juridis punya kekuatan hukum dalam konstitusi baru mulai tahun
2000. Walaupun esensi Kemanusian Yang Adil dan Beradab memang sudah
ada sejak ada pada UUD 1945, tepatnya pada pembukaan UUD 1945.
Sebagai anggota PBB tentu Indonesia harus juga patuh pada deklarasi
hak asasi manusia yang dicanangkan oleh PBB. Tapi realitasnya pada
fase pemerintahan Bung Karno dan pada masa pemerintahan Soeharto
banyak sekali peristiwa yang baik pemerintah maupun rakyat Indonesia
sama sekali tidak menghiraukan hak asasi manusia. Hal ini disebabkan
sosialiasi deklarasi hak asasi manusia versi PBB tidak pernah
dilakukan oleh pemerintah saat itu, tidak pernah diwajibkan baik
kalangan pemerintah maupun rakyatnya untuk mempelajari atau mentaati
deklarasi hak asasi manusia versi PBB, yang mempelajari hanya
terbatas sebagian kecil praktisi hukum maupun LSM yang bergerak
dibidang perlindungan HAM. Seolah-olah pemerintah saat itu melakukan
pembenaran melakukan pelanggaran HAM dikarenakan tidak punya landasan
yang kuat yang tercantum di konstitusi atau UUD 1945 sebelum
amandemen ke 2, tahun 2000.
Setelah
amandemen ke-2 UUD 1945, tahun 2000, sebetulnya tidak ada alasan lagi
bagi para pejabat pemerintah terutama para penegak hukumnya maupun
rakyat Indonesia secara keseluruhan untuk tidak mempelajari dan
mentaati HAM ditambah juga keharusan untuk mempelajari dan mentaati
deklarasi HAM versi PBB. Hal ini sangat diperlukan karena sifat
pelanggaran HAM bisa bersifat vertikal yang umumnya terjadi antara
pemerintah yang punya kekuasan terhadap rakyat atau sebaliknya dan
juga bisa bersifat horizontal yaitu yang terjadi antara sesama
anggota masyarakat baik secara organisasi atau bersifat pribadi.
Dalam penghayatan Kemanusian Yang Adil dan Beradab yang paling
penting dan tidak pernah bisa dijalankan oleh pemerintah adalah
supremasi hukum yang tidak pandang bulu seperti diamanatkan oleh UUD
1945 pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
Pelanggaran sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab yang bersifat vertikal
Seperti
juga sila ini ditarik dari pengalaman bangsa yang dijajah,
pelanggaran nilai-nilai HAM paling sering terjadi antara yang dijajah
dengan yang menjajah, yang dikuasai dengan sang penguasa, rakyat
dengan dominasi kekuasaan, rakyat dengan dominasi pemerintahnya. Ini
yang dinamakan pelanggaran HAM yang bersifat vertical. Dikarenakan
pemerintah dilengkapi dengan sarana pengamanan seperti militer
lengkap dengan senjatanya atau pun penegak hukum lainya seperti
polisi, kejaksaan, kehakiman dll. Sangat mudah terjadi penyimpangan
yang disatu sisi pemerintah dengan kekuasaan seharusnya mengayomi
atau memberi rasa aman kepada masyarakat justru sebaliknya malahan
menjalankan pemerintahan yang represif dan menghantui rakyatnya
dengan rasa takut apabila berhadapan dengan penegak hukum yang
berlaku sewenang-wenang dalam melakukan penegakan hukum. Hal ini
terjadi sejak jaman kemerdekaan sampai dengan saat ini, sehingga
kemerdekaan yang seharusnya memberikan kemerdekaan sepenuhnya untuk
rakyat tetapi yang terjadi justru penjajahan yang masa lalu dilakukan
oleh Belanda, setelah kemerdekaan bangsa Indonesia dijajah oleh
bangsa sendiri yang kebetulan dipercaya oleh rakyat untuk duduk dalam
posisi sebagai pengelola Negara.
Dalam
banyak kasus yang menyangkut pihak aparat keamanan (terutama
militer), penegakan HAM menjadi tumpul di Indonesia sebagai contoh
(ini suatu indikasi bahwa kekuatan militer masih punya pengaruh yang
cukup dominan dalam pemerintahan Republik Indonesia yang katanya
demokratis saat ini):
Tidak tuntasnya siapa sebenarnya penembak mati 4 mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998.
Tidak pernah terungkapnya siapa sebetulnya yang berada dibalik kerusuhan 13-14 Mei 1998.
Berbeli-belitnya penyelesiaan masalah siapa dibalik skenario pembunuhan Munir.
Mungkin masih banyak contoh-contoh lain yang terlewatkan yang pada hakekatnya masih tipisnya para pejabat NKRI dalam menghayati atau menjalankan sila 2 dari Pancasila – Kemanusian Yang Adil dan Beradab.
Pelanggaran sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab yang bersifat horizontal
Tidak tuntasnya siapa sebenarnya penembak mati 4 mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998.
Tidak pernah terungkapnya siapa sebetulnya yang berada dibalik kerusuhan 13-14 Mei 1998.
Berbeli-belitnya penyelesiaan masalah siapa dibalik skenario pembunuhan Munir.
Mungkin masih banyak contoh-contoh lain yang terlewatkan yang pada hakekatnya masih tipisnya para pejabat NKRI dalam menghayati atau menjalankan sila 2 dari Pancasila – Kemanusian Yang Adil dan Beradab.
Pelanggaran sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab yang bersifat horizontal
Rakyat
bisa juga mencoba melakukan intimidasi, pemaksaan kehendak terhadap
rakyat yang lain sehingga menimbulkan keterpaksaan lain pihak dalam
melakukan sesuatu atau pada banyak hal memberikan sesuatu secara
terpaksa kepada pihak lain, apakah itu secara organisasi maupun
secara individu. Yang paling menonjol saat ini di Indonesia adalah
praktek premanisme dan mafia pengadilan.
Beberapa
contoh premanisme yang dibiarkan secara berlarut-larut oleh oknum
penegak hukum karena membawa manfaat secara pribadi terhadap oknum
penegak hukum tersebut adalah:
Pemandangan yang biasa di Jakarta adanya terminal bayangan di jalan-jalan yang dikuasai sekelompok preman dan mengharuskan sopir angkot untuk memberi uang menurut tarif yang mereka tentukan sendiri apabila melewati terminal bayangan ini. Tidak pernah ada tindakan penegak hukum untuk praktek pemaksaan kehendak ini.
Praktek pungutan keamanan untuk para pedagang kaki lima, pasar ataupun toko-toko kecil.Biasanya ini dilakukan jutru oleh organisasi massa yang berafiliasi dengan partai politik.
Pembiaran oleh pemerintah, organisasi preman berkedok agama yang merusak tempat-tempat usaha hiburan bahkan yang terakhir peristiwa Monas yang target kekerasan adalah organisasi massa lainnya.
Pemandangan yang biasa di Jakarta adanya terminal bayangan di jalan-jalan yang dikuasai sekelompok preman dan mengharuskan sopir angkot untuk memberi uang menurut tarif yang mereka tentukan sendiri apabila melewati terminal bayangan ini. Tidak pernah ada tindakan penegak hukum untuk praktek pemaksaan kehendak ini.
Praktek pungutan keamanan untuk para pedagang kaki lima, pasar ataupun toko-toko kecil.Biasanya ini dilakukan jutru oleh organisasi massa yang berafiliasi dengan partai politik.
Pembiaran oleh pemerintah, organisasi preman berkedok agama yang merusak tempat-tempat usaha hiburan bahkan yang terakhir peristiwa Monas yang target kekerasan adalah organisasi massa lainnya.
Pada
hakekatnya praktek premanisme merupakan bisnis yang empuk bagi
sebagian rakyat kepada rakyat yang lain berupa pemaksaan kehendak
dengan tindak kekerasan yang tidak jarang berujung dengan penganiayan
bahkan pembunuhan. Penegak hukum menutup mata bahkan oleh oknum-oknum
ditubuh militer dan kepolisian dijadikan objek penambahan penghasilan
dengan cara memberikan backing.
Praktek
mafia pengadilan bisa juga dikatakan pelanggaran HAM horizontal
karena ada unsur pemerasan kelompok mafia pengadilan apabila oleh
sesuatu hal kita berhubungan dengan penegak hukum karena terkena
kasus hukum baik yang ringan ataupun yang berat, selalu akan ada
makelar pengadilan atau kelompok mafia pengadilan yang akan mengurus
masalah pembebasan atau paling tidak peringanan hukuman melalui
kelompok ini yang mengenal baik para pejabat penegak hukum. Bukannya
proses hukum yang dilakukan untuk menegakkan hukum secara adil dan
beradab tapi proses mediasi dengan motif uang gratifikasi yang
menjadi fokusnya.
Sangat
banyak hal yang terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan
intimidasi kelompok masyarakat yang satu terhadap kelompok mayarakat
lainnya. Pada banyak kasus pembebasan tanah sangat sering terjadi
intimidasi terhadap pemilik tanah agar menjual tanahnya dengan harga
yang dipaksakan oleh pembeli melalui intimidasi. Kemungkinan besar
masyarakat Indonesia banyak yang tidak mengetahui bahwa setiap tindak
pemerasan dan pemaksaan kehendak terhadap pihak lain adalah salah
satu pelanggaran hak azasi manusia.
Sikap pemerintah terhadap sila
kemanusiaan yang adil dan beradab
Sesuai
dengan UUD 1945 Pasal 28I ayat (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah. Ini adalah tugas yang sangat berat yang harus
dipikul pemerintah sebagai konsekwensi dan tanggung jawab pemerintah
sebagai kepercayaan pilihan yang dilakukan oleh rakyat dalam proses
demokrasi. Rakyat akan menilai dari waktu ke waktu apakah kewajiban
ini betul-betul akan dijalankan oleh pemerintah yang dipilih langsung
oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis. Atau pemilu seperti pada
masa orde baru yang hanya sekedar formalitas penunjukan pemimpin atau
rotasi giliran pergantian kekuasaan tanpa menyentuh esensi kemampuan
dalam menyelesaikan masalah bangsa secara komprehensip. Sampai kita
bisa menemukan pemimpin yang punya kemampuan dalam menyelesaikan
masalah bangsa, kita bangsa Indonesia hanya bisa melihat sila ke 2
dari Pancasila – Kemanusian Yang Adil dan Beradab sebatas formal
juridis tanpa mampu menyentuh realitas hidup berbangsa dan
bernegara.
Dengan
memasukkan pasal-pasal penghargaan terhadap HAM didalam amandemen
ke-2 UUD 1945, tahun 2000, menunjukkan sudah ada langkah maju dan
kehendak Negara dan masyarakat Indonesia untuk mulai memperhatikan
penghargaan terhadap HAM oleh karena itu walaupun dalam pelaksanaan
sila 2 - Kemanusian Yang Adil dan Beradab masih mengalami
berbagai kendala, bagaimanapun juga kita perlu memberikan apresiasi
ide penggali Pancasila yang mempunyai pemikiran “forward looking”
dimana ide penghargaan terhadap HAM sudah dicetuskan pada tanggal 1
Juni 1945 oleh pemimpin bangsa dan dicantumkan sebagai sila ke 2 dari
Pancasila yang akhirnya dijadikan dasar NKRI.
Pada
intinya pemerintah harus melaksanakan ketentuan mengenai kedailan
social yaitu mengenai masalah
HAM
yang bisa dituangkan dalam tindakan sebagai berikut :
a. Melaksanakan Pemilu dengan asa jurdil yang benar-benar terlaksana dengan baik.
b. Tidak ada upaya subjektivitas seorang penegak hokum dalam melaksanakan tugasnya.
c. Memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 4.
d. Memberikan pelayanan public yang baik kepada masyarakat sebagai hak mereka.
a. Melaksanakan Pemilu dengan asa jurdil yang benar-benar terlaksana dengan baik.
b. Tidak ada upaya subjektivitas seorang penegak hokum dalam melaksanakan tugasnya.
c. Memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 4.
d. Memberikan pelayanan public yang baik kepada masyarakat sebagai hak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar