.quickedit{display:none;}

Jumat, 23 Desember 2016

Ciri-ciri Berpikir Filsafat

1.      Berpikir secara menyeluruh. Artinya, Pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu yang lain, hubungan ilmu dan moral, seni dan tujuan hidup. Contoh: ketika kita mempelajari tentang Karma Phala (hasil perbuatan) didalamnya pasti terdapat perbuatan baik dan buruk kemudian untuk mengetahui hasilnya dilakukan perbandingan dengan angka (misalnya; perbuatan baik 75% dan buruk 25%). Jika seseorang hanya memandang dari satu sudut pandang saja,  Karma Phala selalu dikaitkan dengan Agama saja, akan tetapi jika dipandang secara menyeluruh didalamnya terdapat perbandingan perbuatan baik dan buruk yang merupakan unsur ilmu Matematika.


2.      Berpikir secara mendasar. Seorang filosof tidak percaya begitu saja kebenaran ilmu yang diperolehnya. Ia selalu ragu dan mempertanyakannya; Mengapa ilmu dapat disebut benar?, Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan?, Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar itu sendiri apa? Seperti sebuah lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan pun selalu muncul secara bergantian. Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial obyek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya. Contoh sederhana, misalnya kita menemukan bunga mawar merah muda di sebuah taman diantara bunga-bunga melati. Jika kita hanya melihat sekilas bunga mawar tersebut, mungkin hal itu akan menjadi sangat sederhana. Akan tetapi, akan sangat berbeda jika kita benar-benar mau memikirkannya. Semuanya tak akan tampak mudah dan sederhana karena akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran kita yaitu siapa yang menanam bunga itu dan untuk apa bunga itu ditanam?. Padahal diantaranya sudah banyak sekali bunga melati. Contoh lain, misalnya, seorang siswa yang berpikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir  Nasional (UAN), maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara filsafat melainkan berfikir biasa (mendasar) yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh.

3.      Berpikir secara spekulatif. Seorang filosof melakukan spekulasi terhadap kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus melakukan uji coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya. Contohnya: sebelum ditemukan lampu pijar, Thomas Alva Edison selalu melakukan uji coba, meskipun lebih dari 99 kali mengalami kegagalan dan membutuhkan waktu beberapa tahun, namun cara berpikirnya yang pantang menyerah ahirnya menciptakan lampu pijar yang mempermudah penerangan semua umat manusia.

4.      Berpikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu. Contoh: saat seseorang mengeyam pendidikan, ia harus menempuh sesuai dengan umur dan tahapannya, misalnya agar bisa SMA, seseorang harus menempuh SD dan SMP terlebih dahulu karena merupakan runtutan atau tahapan dari tingkatan pendidikan.

5.      Berpikir dengan pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan. Contoh: ketika menjawab sebuah pertanyaan baik dalam sebuah buku, forum atau diskusi haruslah sesuai dengan referensi yang benar yang dapat dibuktikan orang lain dan diimbangi dengan pertanggungjawaban atas semua perkataan atau pendapat yang telah dilontarkan.

Berdasarkan ciri-ciri filsafat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah suatu aktivitas yang menggunakan potensi akal seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh sesuatu apapun secara radikal, tersistematis, universal dan menyeluruh serta bersifat spekulatif dan mendasar dalam mengungkap hakikat suatu kebenaran. Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar